Thursday 20 February 2003

Sekolah Jerman, bagian 5, selesai


Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu datang juga. Pengumuman test masuk sekolah Jerman. Seperti yang saya dan semua orang terdekat saya harapkan, saya dan teman SMP saya akhirnya bisa menjadi siswa sekolah Jerman.

Kata-kata pak satpam yang pernah saya dengar terbukti benar. Kami berdua puluh disebutkan namanya pada papan pengumuman. Senangnya bukan main. Tidak mengapa buat saya meski yang diterima seluruhnya lelaki. Toh kalaupun saya tetap di STM pun saya tak punya banyak pilihan untuk melihat salah satu kebesaran Tuhan itu. Beberapa hari kemudian saya lansung mengurus surat pengunduran diri saya dari STM. Ternyata bersamaan dengan saya ada seorang siswa dari STM, sama-sama dari elektro, yang juga mengundurkan diri dengan alasan yang sama, sama-sama akan menjadi siswa sekolah Jerman. Jadi sepertinya sudah digariskan dari Atas ada dua dari SMP dan dua dari STM, sekolah yang pernah saya tempati, tembus ke sekolah Jerman.

Ibu saya lansung masak-masak agak besar lalu makanan yang sudah matang itu diantarkan ke para tetangga dekat oleh ibu saya sendiri.

“ Selametannya Wahyu “ kata ibu saya. Setelah makanan berpindah piring para tetangga lalu bertanya macam-macam tentang ‘ selametannya wahyu ‘ ini. Dari syarat-syaratnya sampai materi testnya ditanyakan. Ibu saya, yang memang selalu saya up-date selama proses test masuk jadi sangat lancar menjawab semua pertanyaan yang diajukan para tetangga saya.

Kakek saya dikampung pun tidak lepas dari kegembiraan ini. Begitu tahu (setelah disurati oleh ibu saya) berita itu, beliau lansung saja membuat surat yang lansung dialamatkan kepada saya (sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya). Isinya adalah ucapan selamat dan bangga mempunyai cucu seperti saya.

Seperti tak mau kalah nenek saya, seperti ibu saya, masak agak besar lalu di edarkan ketetangga dekat dan handai taulan.

Setelah itu hari-hari saya diisi oleh rasa percaya diri yang begitu besar. Teman-teman disekitar lingkungan saya memandang saya dengan perasaan kagum. Buat mereka saya adalah sosok pelajar yang mumpuni. Ber-otak encer dan layak menjadi panutan. Berita yang tersebar saat itu adalah “ Wahyu dapet bea siswa sekolah Jerman “. Lalu sambil dibumbuhi “ nanti kalo lulus trus nilainya bagus bisa ngelanjutin ke Jerman “. Beberapa orang malah bertanya apa gurunya orang bule !?

Jujur saja saya memang senang. Tapi lebih jujur lagi adalah saya risi dengan pandangan-pandangan seperti itu. Saya hanyalah seorang yang biasa yang kebetulan beruntung diberi kesempatan ikut test masuk. Saya yakin ada ratusan orang seusia saya disekitar saya yang lebih pandai dari saya, puluhan dari mereka mungkin saja ikut test masuk, tapi toh mungkin mereka, seperti pak Dharma katakan, tidak mempunyai bakat teknik.

Sekolah Jerman , gratis, test masuknya susah, saingannya banyak, dapet uang saku, sekolahnya kayak kerja, dapet seragam sama sepatu, dapet makan siang - enak lagi, kalo lulus pasti kerja …………………..!!!!


Kau tahu tidak mudah menjadi begini
Segala petir dan raungan macan pernah kudengar
Telah kutulis dengan keringatku
Mimpi-mimpi yang tak terbayang
Menangispun aku mau jika itu maunya takdir

Menjadi sesuatu di semak yang belukar alangkah membanggakan
Seperti sungai yang berkelok-kelok
Gelombang yang banyakpun akan bermuara
Berebutan mencapai pantai setelah itu sendiri-sendiri

Mimpi hari ini bukanlah yang kemarin atau yang besok
Karna hidup akan selalu menghasilkan cita-cita
Jadi haruskah menyerah hanya karna merasa Tuhan tak sayang ?

Lampung, February 2003

No comments:

Post a Comment