Sunday 16 February 2003

Sekolah Jerman, bagian 4


Test kesehatan pertama dilakukan dirumah sakit Pelni. Pemeriksaan meliputi darah, air seni, kotoran THT, mata dan rontgen. Saya pergi sendiri karena kebetulan hari test kesehatannya tidak sama dengan teman SMP saya. Dari sekian tahapan test masuk ini kali pertama saya pergi tanpa seorang teman.

Oleh seorang suster darah saya diambil juga air seni dan kotoran saya. Suster saya ini usianya sekitar dua puluhan. Orangnya cantik dengan mata agak sedikit genit. Kulitnya agak coklat, berambut lurus. Saat bicara, dari celah bibirnya yang indah, terlihat deretan giginya yang tampak terawat, putih dan rapi. Bicaranya jelas, kata-katanya teratur. Melihat postur tubuhnya dengan berat-tinggi yang seimbang terus terang saja saya jadi membayangkan yang tidak-tidak.

Selama “menangani” saya suster ini banyak bertanya tentang sekolah Jerman ini, syarat-syaratnya apa dan yang ditest apa saja. Dari pertanyaan-pertanyaan-nya saya bisa rasakan suster ini lebih banyak berbasa-basi, saya yakin dia hanya ingin mengkonfrontir cerita yang dia sudah dapat dari para pesaing saya yang sudah test sebelumnya. Tapi mungkin saja dia memang senang bicara dengan saya karena barangkali diapun menilai saya sama baiknya seperti saya menilai dia, mungkin iya mungkin tidak.

Test berikutnya dilakukan di klinik perusahaan. Seorang dokter dan asistennya sudah menunggu kami didalam ruangan. Kami berlima dipersilahkan masuk ruangan kemudian bergerombol kami ditempatkan diposisi yang telah disediakan disudut ruangan.

Masing-masing kami dipanggil satu per satu untuk di mulai pemeriksaan. Empat orang yang belum terpanggil tetap berada di sudut ruang yang dibatasi oleh tirai. Jadi apa yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya kami berempat tidak tahu.

Selama menunggu giliran kami berusaha saling mengenal satu sama lain. Mulai dari nama, sekolah, tempat tinggal sampai akhirnya kami menyebut jumlah NEM masing-masing. Terkejutlah saya menyadari bahwa NEM saya ternyata masuk kategori papan bawah. Dengan yang terbaik saat itu selisihnya 9 poin. Gila …nih, macan semua ! pikir saya. Terbaik disekolah saya saja tidak sampai segitu.

Saya coba tenangkan diri saya, berusaha agar berita itu tidak membebani saya. Toh saya sudah sampai disini, peringkat test saya nomor sepuluh. Dan mudah-mudahan kata-kata pak satpam kemarin tentang peringkat satu sampai dua puluh pasti lolos sepanjang dia sehat itu benar, saya menghibur diri.

Teringat oleh saya pesan Nenek saya “ kalau kamu pingin jadi priyayi bergaul-lah dilingkungan dimana banyak priyayi “ (padahal mbah saya ini bukan priyayi, suatu saat saya akan cerita bagaimana kagumnya saya terhadap beliau ini) yang saya artikan kalau pingin pintar bergaulah dengan orang pintar. Semoga saja saya bisa kecipratan kepintaran mereka, semoga ……

Giliran nama saya dipanggil segera saja saya berdiri kemudian duduk berhadapan dengan dokter dibatasi oleh sebuah meja. Seorang mantri, asisten dokter, terlihat menyiapkan dokumen-dokumen dan perlengkapan periksa.

Kalau hanya periksa denyut nadi dan tensi darah sudah berapa puluh kali dalam hidup saya melakukannya. Tapi yang satu ini baru pertama kali terjadi pada saya.

Pada saya dokter memerintahkan untuk melepaskan seluruh pakaian yang saya kenakan sampai tinggal celana dalam (CD) yang tersisa. Untungnya kok yaa saya saat itu memakai CD yang agak baik. Terbayang betapa malunya saya jika saat itu saya memakai CD yang biasa saya pakai di banyak keseharian saya. (wah buka rahasia nih …, kelak setelah menjadi siswa PKKTL saya tahu bahwa dalam hal itu saya tidaklah sediri).

Dengan tinggal CD yang melekat pada saya dokter menyuruh saya untuk naik ke tempat tidur. Saya diperintahkan untuk berposisi sujud, lalu sang dokter berjalan menuju arah belakang saya. Apa yang dilakukan oleh dokter saya tidak tahu. Saya hanya bisa memejamkan mata saya ketika terasa oleh saya sentuhan-sentuhan medis di lubang bagian paling bawah dari tubuh saya.

Apa yang ingin diketahui oleh dokter itu bukanlah urusan saya, urusan saya saat ini adalah membuktikan bahwa secara psychology saya sudah lolos begitu juga saya harap pada urusan jasmani saya.


Silahkan baca lanjutannya ..

Lampung, February 2003

No comments:

Post a Comment