Tuesday 31 August 2010

Ayu dan Kokom

Semenjak usia saya masuk belasan tahun ada kalanya hati saya suka bergetar jika melihat perempuan yang manis rupawan. Saya paling suka dengan perempuan yang halus, lembut dan kenes. Buat saya waktu itu, perempuan seperti inilah yang kelak saya ingin jadikan pacar atau malah saya peristri

Ada teman sekolah (SMP) saya, kami berbeda kelas dan kebetulan juga namanya Ayu dengan Rahayu dibelakangnya. Parasnya, menurut saya waktu itu, memang se-ayu namanya. Kulitnya hitam manis, hidung mancung dengan perawakan menuju kurus. Saya begitu mengidolakan Ayu ini. Berbagai cara saya coba lakukan agar bisa dekat dengan Ayu. Pura-pura pinjam buku, membantu mengerjakan PR atau sekedar menemani perjalanan pulang dari sekolah.

Karena sudah cukup sering hal itu saya lakukan. dan belum pernah ada penolakan, maka dalam menjalani itu semua saya lantas berpikir Ayu ini apa memang sudah mau dengan saya atau gimana ya.., dan saya yang masih kelas satu SMP waktu itu tentu saja tak punya keberanian untuk bertanya.

Ayu mempunyai sahabat, teman sekelasnya namanya Komariah. Kami disekolah memanggilnya dengan nama kecil Kokom.
Ayu dan Kokom ini bak serangkai didalam dan diluar kelas. Kemana-mana mereka selalu saja berdua.
Kokom badannya lebih berisi dibanding Ayu. Kulitnya kuning bersih. Rambutnya yang sebahu, terlihat hitam dan tebal. Dalam perbincangan antar kawan lelaki disekolah, rupanya Kokom ini punya fans yang lumayan banyak. Rata-rata mereka menyukai bodi Kokom yang berisi itu. Dada dan bokong Kokom menjadi daya tarik khusus para kawan saya ini.

Belum lagi bibirnya yang lumayan tebal, sexy sekali. Pasti enak tuu kalau buat berciuman, kata kami dalam gurauan.

Berciuman…? anak kelas satu SMP ? dan saya waktu itu baru bisa membayangkan saja seperti yang saya suka lihat difilm-film bioskop.


Dan apapun komentar kawan-kawan saya tentang Kokom, tidaklah lalu menggoyahkan kesenangan saya akan Ayu. Kelembutannya dan kenesnya itu yang membuat saya setia menyukainya.

Kokom, meskipun ada juga saya benarkan pendapat kawan saya, agak terlalu agresif, juga saya lebih suka perempuan berbibir tipis dan Ayu bibirnya termasuk tipis.

Mengenang ketertarikan saya pada Ayu ini, saya jadi ingat bagaimana sewaktu SD dulu saya juga sangat mengidolakan wali kelas saya, waktu itu saya dikelas tiga, namanya ibu Sudarwati. Sama seperti Ayu, ibu Sudarwati sangat lembut, kenes dan keibuan sekali.

Cara beliau menyampaikan ajaran, merespon kenakalan kami, menyapa kami diawal hari atau sekedar menemani kami saat waktu istirahat kelas.. sungguh mengesankan, sangat memorable.

Dan sekarang setelah tiga puluh tahun, saya berharap kelak jika bisa berkesempatan untuk bertemu lagi dengan ibu Sudarwati, satu hal saya ingin sampaikan pada beliau adalah mengucapkan banyak terima kasih karena sudah memberi saya banyak sekali teladan serta kelembutan-kelembutan.


Lalu bagaimana dengan Ayu dan Kokom?

Ahh biarlah semua itu menjadi cerita pengantar tidur saya saja.
Lagi pula.. ternyata waktu itu, tak sampai saya menamatkan SMP, saya malah sudah balik arah, berubah selera jadi suka perempuan bertipe seperti Kokom. Yang bodinya aduhai, putih, mulus dan berbibir sexy.

Mengenai kenes atau tidak sudah bukan jadi ukuran lagi.

heheh maklumlah, namanya juga masih remaja...masih suka berubah-rubah.


Bandar Lampung, 31 Agustus 2010

Thursday 26 August 2010

polisi oh polisi


Benar-benar sore yang menyebalkan !!
Jarang saya bisa pulang dari kantor jam 17.00, kebetulan saja ini bisa, eehh dijalan kena macet.
Maksud hati pingin cepat sampai rumah untuk bisa berbuka puasa bersama anak-anak, alih-alih buka puasa dirumah malah sampai rumah jam tujuh kurang lima malam.

Siang tadi memang hujan turun lebat sekali, campur angin plus petir. Intensitas air yang turun luar biasa, akhirnya beberapa titik jalan harus tergenang karena debit drainase tidak seimbang dengan debit hujan.

Di jalan Yos Sudarso, selepas pelabuhan Panjang saya lansung terperangkap kemacetan.
Lebih dari 30 menit merayap pelan sekali sampai saya dapat informasi kalau macet ini karena perkara banjir di Way Luni.
Dan saat sampai saya di Way Luni memang terlihat arus air deras mengalir dari arah atas. Kendaraan terpaksa merayap, karena motor khususnya, tidak berani jalan cepat, takut oleng oleh arus air yang deras.

Lepas macet di Way Luni, perjalanan lumayan lancar sampai lewat Sucofindo Garuntang.
Tak lama dari situ eehhh macet lagi, panjang benar sampai menjelang pertigaan rel kereta.
Kesal benar hati ini... tambah lagi kemacetan panjang begini tak ada kelihatan polisi yang turun ke jalan membantu mengurai kemacetan. kemana saja mereka itu, sebegitu banyak polisi satupun tak ada kelihatan batang hidungnya..

Ujar saya, apa karena acara mengurai macet di hujan lebat begini tidak ada duitnya begitu ??

Astagfirullahh... ini kan bulan Ramadhan, dan saya sedang berpuasa, sedang beribadah. Tidak dibenarkan dengan dalih apapun bersikap dan berpikiran seperti itu. Tapi entah bagaimana saya benar-benar kesal saat itu, terutama sekali pada polisi yang pada ngumpet sembunyi entah kemana.
Sore itu terasa gerah dan panas hati dan pikiran saya, sampai-sampai saya relakan puasa saya seharian tadi untuk lebih suka menyumpah serapah kepada para polisi.

Sudah sebelumnya saya memang tak pernah bisa suka sama polisi, sedikitpun tak pernah bisa bersimpati, dan atas kejadian sore itu jadi tambah sebal saja saya pada polisi.

Lampung, 26 Agustus 2010