Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca-352)
Thursday 30 September 2010
The Beatles
Alkisah,
dua puluh tiga tahun yang lampau
Lagu Obladi Oblada dari beatles itu terdengar menghentak
dan kami tanpa kordinasi serentak juga bernyanyi
kenapa kamu suka beatles?
aku? kenapa aku suka beatles? tanyaku
karena beatles nadanya mirip dengan koes plus
itulah mengapa aku suka beatles, kataku
dan mereka tertawa mengejek,
dan aku juga tertawa
kami semua tertawa
dan aku,
cuma aku yang tak tahu kenapa harus juga tertawa
Bandar lampung, 30 Sep 2010
Tuesday 21 September 2010
jika ku menua nanti
Monday 20 September 2010
betapa ku mencintaimu
Yang kutahu setiap saat bersamamu
adalah proses mengerti makna sebuah cinta
melihat kedalaman hatimu
merasai kebesaran jiwamu
meraba semua ketulusanmu
seperti jelaga yang tak pernah kering
disetiap tarikan nafasmu
dan suara suara lembutmu
ada ketulusan disitu
mengisi ruang-ruang hati
terpatri begitu saja di sanubari
hati selalu tenteram
ketika ku ada bersamamu
hidup denganmu adalah
mimpi yang jadi kenyataan
Istriku,
Betapa setiap waktu ku mencintaimu
Bandar Lampung, 20 Sep 2010
Sunday 19 September 2010
Jasmine mau mens
Saturday 18 September 2010
pulang
“aku ingin pulang, ingin cepat pulang …”
“berikan sayapmu agar aku pulang”
Sepotong syair diatas, yang saya kutip dari lagunya Nidji, rasa-rasanya kok pas ya menggambarkan betapa hidup yang sedang mengalir ini semakin terasa penuh hal yang belum lagi bisa saya pahami.
Lebaran kemarin, tetap saja seperti lebaran yang lalu-lalu. Sungkem saya pada orang tua sehabis sholat Ied belum juga bisa membuat hati terdalam saya merinding dan bergetar. Kata-kata saling meminta maaf masih sebatas ritual yang harus selalu dijalani tahun demi tahun.
Ingatan akan masa-masa yang dulu, kejadian-kejadian yang lampau hingga yang baru kemarin-kemarin ini masih saja terus menggantungi jiwa terdalam saya. Membebani saya untuk bisa menjadi seorang yang lebih besar hati. Meminta dan memberi maaf dengan tulus ikhlas, tidak sebatas ucapan dibibir atau jabatan tangan semata.
Saya ingin bisa menangis
Ketika sujud menggenggam telapak
Bicara terisak-isak
Suara yang bergetar
Mengantar hati yang memohon ampun
Saya tahu kelak saya harus bisa
Tapi tidak sekarang, belum bisa sekarang
Kapan ?
Saya sendiri belum tahu
“aku ingin pulang, ingin cepat pulang …”
“berikan sayapmu agar aku pulang”
Bandar Lampung, 18 Sep 2010
Friday 17 September 2010
Bandar Lampung, bagian dua
Tasya jelas kelihatan senang sekali dengan rumah barunya ini. Apalagi di kamar mandi ada bath tube yang buat anak umur dua tahun seperti kolam renang saja. Dan Tasya selalu saja ingin berlama-lama di kolam renangnya itu.
“yaa “ kata mamanya.
Kami dijatah maksimal dua minggu tinggal di hotel sambil sementara itu mencari sendiri rumah pilihan kami.
Wednesday 8 September 2010
Filosofi kopi
Anda tahu apa beda jagung, telur dan biji kopi ?
Dari semua penampakan dan perawakan itu, untuk bisa memasaknya, jagung mesti dilepas satu-per satu kulitnya, ditelanjangi. Dibuang juga bulu-bulu lembutnya baru di cemplungkan ke air panas mendidih, dibiarkan beberapa waktu lalu jagung diangkat.
Jagung kemudian ditiriskan dan ayo kita lihat hasilnya :
Daging jagung sekarang terasa lembek, mudah disobek-sobek juga mudah untuk dilepas satu-satu dari bonggolnya. Dan bonggolnya pun sekarang sama dengan dagingnya, tidak lagi sekeras dan sekokoh sebelum digodok.
______________
Cangkang atau kulit telur kalau diraba sepertinya keras, tugasnya melindungi isi telur yang cair itu. Tak boleh sedikitpun cangkang ini sobek atau bocor. Bisa-bisa berantakan isi telur ini. Jika sudah begitu, apalah guna telur kalau tak ada lagi isi.
Telur dengan cangkang yang keras tapi rapuh ini lalu di masukan kedalam air panas mendidih, dibiarkan beberapa waktu lalu di angkat.
Seperti apa rupa telur setelah digodok ?
Kulitnya tidak berubah sama sekali. Tetap keras dan tampak melindungi. Adapun isi telur setelah digodok berubah fase dari cair menjadi padatan. Dari perubahan ini ada pesan yang disampaikan oleh isi ke cangkang, bahwa peran melindungi cangkang atas isi sudah berkurang jauh. Sekarang tak perlu khawatir berlebihan lagi jika cangkang sobek atau bocor. Isi tetap bisa digunakan.
______________
Setelah disangrai, biji kopi ini akan harum dan bercita rasa kopi.
Sudah bisa dipakai ? belum lagi kawan …
Biji kopi perlu di tumbuk dulu agar menjadi kopi yang halus berpasir sehingga akhirnya tidak lagi dalam bentuk biji.
Kopi yang sudah halus berpasir ini lalu di masukan ke dalam air mendidih. Sebentar saja, air lalu menghitam dan berbau kopi.
______________
Lalu apa perbedaan dari ketiganya ?
Begini :
Bayangkan air panas mendidih adalah hidup yang keras ini. Penuh liku-liku, perjuangan yang tidaklah mudah dalam menggapai keinginan dan mimpi-mimpi.
Jagung, telur dan biji kopi adalah personifikasi kita semua yang hidup. Melambangkan individu-individu dengan segala kekuatan dan kelemahan masing-masing.
Bagaimana dengan biji kopi ?
sebelum terjun kedunia nyata (air mendidih) biji kopi sudah mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya. Dia menerima tempaan dari awal sekali (Belajar) agar semua potensi diri bisa dimunculkan untuk kelak digunakan sebagai bekal dalam mengarungi hidup.
Dengan bekal yang cukup, biji kopi tak cuma sanggup bertahan dalam hidup yang panas dan bergolak, tapi lebih dari itu, dia sanggup memunculkan potensi-potensi aslinya sehingga lingkungan yang sulit itu (air panas) bisa di warnai dan dibauinya. Hidup lalu menjadi tak lagi tawar dan hambar. Hidup yang keras dan berliku menjadi harum mewangi. Hidup jadi lebih bermakna dan punya cita rasa.
Saya ingin menjadi biji kopi, bagaimana dengan anda ?
Bandar Lampung, 8 Sep 2010
Monday 6 September 2010
Bandar Lampung, bagian satu
Sewaktu saya dipanggil oleh atasan saya dan lalu disampaikanlah bahwa saya akan di mutasi ke Lampung, tepatnya Bandar Lampung, berkelebatanlah bayangan-bayangan imaginasi saya tentang seperti apa rupa Bandar Lampung.
Pulau Sumatra, hanya pernah saya dengar dan lihat lewat media. Membayangkan bahwa saya suatu hari akan berdiam atau tinggal disana, tak pernah ada dalam pikiran saya. Memang ada suatu kali saya memimpikan berkunjung ke danau toba dan pulau samosirnya. Atau mampir merasakan sejuknya udara di Brastagi. Atau melihat jam gadang di
Cuma beberapa hari saja setelah itu pulang.
Dan sekarang ini awal tahun 2001. Di akhir tahun 2000 kemarin, gereja-gereja banyak yang di kirimi bom menjelang perayaan Natal. Situasi nasional yang tegang waktu itu sedikit banyak membuat saya agak khawatir.
Lalu sekarang, atasan saya ini, mengabarkan kalau saya dalam dua bulan kedepan harus pindah, karena pabrik tempat saya bekerja sekarang akan ditutup. Perusahaan menetapkan kalau masih tetap ingin berkerja di perusahaan ini yaa cuma di Sumatra yang ada posisi untuk saya. Take it or leave it. Dan saya memilih untuk tetap bekerja diperusahaan ini.
Sampai rumah saya kabarkan berita ini kepada istri saya. Sama dengan saya, tak terbayang juga oleh istri saya macam apa Bandar Lampung itu. Dipedalaman kah? Apa kami akan tinggal di tengah hutan dengan jalan yang jelek tak beraspal? Lalu disekeliling rumah kami berjajaran pohon-pohon besar dengan diatasnya bergelayutan monyet-monyet liar jerit menjerit sahut-menyahut? Rumah kami pasti rumah panggung agar ular dan binatang buas lainnya tidak bisa menyantroni kami? Kami saling memandang dan semua tanya kami itu tak terjawab.
Hari itupun tiba. Kami harus pindah, pergi dari Tangerang menuju tanah tak terbayangkan, Bandar Lampung. Kami berpamitan pada tetangga sekitar. Salam menyalam minta restu, mohon maaf jika ada kesalahan pada kami berdua. Tasya anak kami, belum lagi genap dua tahun. Belum mengerti kenapa mamanya menangis berpelukan dengan mama temannya.
Semua barang perabotan sudah di packing. Perusahaan menyediakan jasa transporter untuk mengepak dan membawa seluruh barang kami dengan trailer. Semua tinggal beres, kami hanya membawa satu tas berisi pakaian untuk keperluan kami beberapa hari kedepan. Tiket pesawat sudah pada kami, hotel di Bandar Lampung sudah dipesan oleh kantor dan kamipun berangkat. Tidak lansung ke bandara tapi mampir dulu ke Tanjung Priok tempat Mbah-nya Tasya. Memang sudah rencana kami untuk menginap dulu semalam disana sebelum kami ke Bandar Lampung.
Paginya, setelah berpamitan dan mohon restu, dengan taksi kami menuju bandara Soekarno-Hatta. Ini kali pertama untuk istri saya dan Tasya berpergian dengan pesawat. Saya merasai istri saya agak sedikit tegang dan khawatir dengan pengalaman pertamanya ini dan saya mengerti itu. Saya pun pernah merasakan apa yang dirasakan oleh istri saya sekarang ini. Saya besarkan hatinya, semua akan baik-baik saja, kata saya.
Diruang tunggu untuk boarding, saya lihat ada perempuan yang wajahnya cukup familiar buat saya. Kulitnya kuning rambutnya tebal sebahu. Saya perhatikan sendirian saja dia. Yaa.. Ibu Indrawati, bekas orang Kejayan yang lalu pindah ke kantor pusat di
Dalam pembicaraan sebelum naik pesawat itu saya baru tahu bahwa Ibu Indrawati juga sama seperti saya, akan bertugas di Bandar Lampung di pabrik yang sama.
Hari itu adalah hari Minggu dan besoknya, hari Senin, Ibu Indrawati ini akan memulai hidup baru sama dengan saya. Hari pertama di pabrik yang sama, di Bandar Lampung.
Beliau akan menjadi atasan saya, factory manager saya untuk beberapa tahun kedepan.
Bandar Lampung, 6 Sep 2010