Monday 10 February 2003

Sekolah Jerman, bagian 3


Kami masih saja asik dengan pembicaraan kami seputar menu dan segala kemungkinan yang ada jika saya dan teman saya lolos test kesehatan kelak ketika seorang satpam, kelihatannya satpam senior ditilik dari usianya, berjalan mendekat kearah kami.

Waktu itu disekitar pos sudah agak sepi. Beberapa dari para peserta test sudah pulang. Tadinya kami mengira pak satpam ini hendak menyuruh kami meninggalkan area pos karena toh yang lain juga sudah pada pulang. Nyatanya pak satpam ini mencari api untuk sebatang rokok yang sudah terselip dibibirnya. Lalu sambil mengebulkan asap rokoknya pak satpam ini bertanya siapa diantara kami yang namanya ada. Yang menjawab bukan saya, bukan pula teman saya yang bersama saya lolos, tapi teman-teman saya yang tidak lolos seperti berebut menunjuk kearah kami berdua.

Kemudian pak satpam itu berkata, “ biasanya sih dua puluh orang yang bakalan diambil ditentukan berdasarkan nomor urut yang ada “

Maksudnya pak ? tanya kami

“ ya itu, biasanya nomor satu sampai nomor dua puluh udah pasti lolos, yang lima sisanya sebetulnya cuma cadangan, jaga-jaga yang dua puluh ini ada yang nggak sehat “

Sruut … lansung saja jantung saya berdebar lebih cepat dari biasanya. Saya coba untuk menahan perasaan saya untuk tetap stabil, cool bahasa sakarang, meskipun perasaan untuk kembali melihat kepapan pengumuman amat besar. Saya coba tenangkan sikap saya, tetap pada posisi semula dan coba menyimak apa yang tengah diperbincangkan. Namun bincang-bincang itu sudah tidak menarik lagi buat saya. Yang ada adalah perasaan segera melihat urutan berapa nama saya.

Akhirnya tibalah kesempatan itu, saya bersama dengan teman saya berjalan menuju papan pengumuman. Terlihat oleh saya nama saya berada di urutan sepuluh. Reflek kedua telapak tangan saya mengusap wajah saya. Setelah itu tangan kiri saya turun namun yang kanan tertinggal menutupi mulut. Setengah tidak percaya dengan apa yang saya lihat dari balik telapak tangan kanan saya mulut saya berucap “ Alhamdulillah Tuhan “.

Teman saya juga masuk dua puluh besar. Lagi kami bersalaman satu sama lain. Kegembiraan bertambah, harapan semakin besar, meskipun apa yang kami dengar dari pak satpam tadi belum kami yakini betul kebenarannya.

Tak lamapun kami pamit pada pak satpam tadi, ingin rasanya saya segera sampai rumah, mengabarkan apa yang terjadi disini. Terbayang oleh saya wajah senang dan bangga orang tua saya bahwa anak sulungnya terus melaju kebabak berikutnya. Didalam bis kota bukan hanya saya dan teman saya saja yang senang, teman-teman saya yang tidak lolospun begitu bangga bahwa akhirnya ada juga yang bisa mewakili SMP saya tembus babak selanjutnya test masuk sekolah Jerman.

Kata-kata pak satpam tadi rasanya terus terngiang ditelinga saya. Sepanjang perjalanan pulang saya mencoba untuk mengingat-ingat medical record saya selama ini. Rasa-rasanya saya tidak pernah mengalami sakit yang berat-berat, dalam ataupun luar. Biasanya cuma berkisar batuk, pilek dan demam, pokoknya penyakitnya proletar lah yang biasanya malah sembuh lewat media “ kerokan “ ibu saya.

Sampai rumah saya kabarkan cerita baik ini ke orang rumah. Semua senang, semua berharap saya bisa tembus lagi kali ini. Kata-kata pak satpam tadi tidak saya ceritakan. Saya khawatir akan memberi harapan yang terlalu besar. Biarlah cerita itu saya simpan dulu sambil menunggu saat yang tepat untuk menceritakannya.

Namanya orang tua, saya tidak berdaya untuk melarang ketika mereka begitu antusias menceritakan keberhasilan saya ini. Tetangga dekat dan para saudara diberitahu sambil dengan embel-embel mohon doa restunya.

Saat-saat menunggu test kesehatan menjadi hari yang penuh dengan nasihat-nasihat. Bolak-balik saya diingatkan agar selalu menjaga kesehatan, jangan makan yang macam-macam.

" Nggak usah ngeluyur kemana-mana dulu, dirumah aja ! " kata ibu saya

Bapak saya malah lebih ekstrim lagi, saya di perintah untuk lari pagi setiap hari. Biar badan fit waktu test kesehatan nanti, begitu kata beliau.

Silahkan baca lanjutannya ...

Lampung, February 2003

No comments:

Post a Comment