Thursday 6 February 2003

Sekolah Jerman, bagian 2


Ada hal yang menarik selama test masuk berlansung. Pada sesi interval sebelum tets berikutnya masuk kedalam ruangan kami seorang lelaki agak tua, berkulit kuning, rambut potongan militer dan amat Jawa logat bicaranya.

Beliau mengatakan bahwa test ini bukan untuk mencari orang yang terpandai. “ Test ini mencari dari anda-anda semua yang mempunyai bakat teknik, Baaaakat…. , bukan kemampuan teknik ataupun teorinya, jadi kalau nanti anda tidak terpilih itu bukan karena anda tidak pandai atau kalah pandai dari teman anda yang lolos, tapi karena anda tidak berbakat dibidang teknik “ kata bapak itu yang kemudian saya kenal sebagai Pak Dharma, kepala sekolah PKKTL PT Siemens Indonesia. Sosok yang punya dedikasi tinggi untuk melahirkan generasi baru yang bisa menjawab kebutuhan industri dimasa datang.

Setelah test masuk saya dan teman-teman SMP saya saling berbagi pengalaman dan perasaan tentang test masuk yang dijalani kemarin. Macam-macam ungkapan yang keluar. Ada yang merasa sudah pasti tidak mungkin lolos ada juga yang ‘misuh-misuh’ tentang soal-soal test yang diluar dugaan.

Dari sekian ekspresi yang keluar ternyata ada yang menarik untuk disimak. Ketika topik pembicaraan masuk pada masalah makan siang semua peserta rumpi sepakat bahwa makanannya enak dan mewah. Teman-teman saya ini, termasuk saya, tidak pada hari yang sama ikut test-nya. Jadi masing-masing kami punya pengalaman dan kesan yang berbeda-beda. Ada yang dapat sate, rendang, gulai dan macam menu lainnya. Pembicaraan tentang menu ini jadi topik yang lebih menarik daripada test itu sendiri.

“gile, pasti gemuk deh gua kalo setiap hari makan kayak gitu” seorang teman berkomentar.

Karena sudah ‘kadung’ sambil menunggu pengumuman test masuk terpaksa sekolah juga saya di STM. Teori-teori saya dapatkan di ruang kelas sedang prakteknya kami lakukan di Balai Latihan Kerja (BLK) yang berlokasi di Pulo Gadung. Semua itu saya jalani dengan harapan saya bisa tembus test masuk PKKTL. Bukan karena sekolah Jerman-nya, seperti kata bapak saya, tapi lebih pada saya amat menyesal masuk STM.

Beberapa hari menjelang pengumuman test masuk saya dan teman-teman SMP saya janjian untuk pergi sama-sama melihat pengumuman. Maka pas begitu harinya berbondonglah kami menuju Pulomas. Waktu itu kami berangkat ber-enam. Sepanjang jalan kami tampak biasa saja, macam-macam yang kami bicarakan, topik pengumuman test cuma jadi bagian kecil cari pembicaraan kami. Kebanyakan dari kami memang tidak terlalu berharap bisa tembus.

“ kalo gua nggak lolos pasti sebelah gua juga nggak lolos, soalnya gua banyak ‘ngebet’ dari dia ” kata teman saya.

Pengumuman test masuk sederhana saja berupa kertas putih ukuran A4 di tempel di sebuah papan pengumuman yang terbuat dari triplex di sekitar pos satpam. Sebetulnya posisinya papan pengumumannya sudah cukup strategis, tapi berhubung yang ingin melihat cukup banyak jadinya masing-masing kami saling berebut posisi agar dapat sudut yang tepat untuk melihat.

Kertas putih ukuran A4 itu menyebutkan dua puluh lima nama yang lolos untuk seleksi tahap berikutnya. Dibagian bawah disebutkan bahwa nama-nama diatas agar dapat menjalani test kesehatan. Dari dua puluh nama itu hari test kesehatan-nya tidaklah sama.

Ndilalah kok nama saya ada di salah satu dari dua puluh lima nama itu. Ah yang bener, tanya dalam hati. Kemudian saya cocokan lagi dengan nomor urut test yang saya bawa dari rumah. Barangkali saja ada peserta test yang lain yang namanya sama dengan saya. Ternyata cocok……!!!

“ Alhamdulillah “ kali ini saya ucapkan tidak dalam hati lagi.

Juga bersama saya ada teman SMP saya yang lolos test masuk. Kemudian kami berjabatan tangan. Saling mengucapkan selamat dengan rasa senang yang tidak bisa ditutupi. Teman saya yang lain, yang tidak lolos memberi ucapan selamat pada saya dan teman saya ini. Setelah itu kami tidak lansung pulang. Kami ngobrol dulu lama di sekitar pos satpam. Topiknya apa lagi selain kemungkinan saya bakalan tambah gemuk lantaran menu makan siang yang enak-enak itu.

Silahkan baca lanjutannya ...

Lampung, February 2003

No comments:

Post a Comment