Monday 6 September 2010

Bandar Lampung, bagian satu

Sewaktu saya dipanggil oleh atasan saya dan lalu disampaikanlah bahwa saya akan di mutasi ke Lampung, tepatnya Bandar Lampung, berkelebatanlah bayangan-bayangan imaginasi saya tentang seperti apa rupa Bandar Lampung.

Pulau Sumatra, hanya pernah saya dengar dan lihat lewat media. Membayangkan bahwa saya suatu hari akan berdiam atau tinggal disana, tak pernah ada dalam pikiran saya. Memang ada suatu kali saya memimpikan berkunjung ke danau toba dan pulau samosirnya. Atau mampir merasakan sejuknya udara di Brastagi. Atau melihat jam gadang di Padang serta menyusuri bukit barisannya yang kesohor indah itu. Tapi semua itu cuma berkunjung, short visit.

Cuma beberapa hari saja setelah itu pulang.

Dan sekarang ini awal tahun 2001. Di akhir tahun 2000 kemarin, gereja-gereja banyak yang di kirimi bom menjelang perayaan Natal. Situasi nasional yang tegang waktu itu sedikit banyak membuat saya agak khawatir.

Lalu sekarang, atasan saya ini, mengabarkan kalau saya dalam dua bulan kedepan harus pindah, karena pabrik tempat saya bekerja sekarang akan ditutup. Perusahaan menetapkan kalau masih tetap ingin berkerja di perusahaan ini yaa cuma di Sumatra yang ada posisi untuk saya.
Take it or leave it. Dan saya memilih untuk tetap bekerja diperusahaan ini.


Sampai rumah saya kabarkan berita ini kepada istri saya. Sama dengan saya, tak terbayang juga oleh istri saya macam apa Bandar Lampung itu. Dipedalaman kah? Apa kami akan tinggal di tengah hutan dengan jalan yang jelek tak beraspal? Lalu disekeliling rumah kami berjajaran pohon-pohon besar dengan diatasnya bergelayutan monyet-monyet liar jerit menjerit sahut-menyahut? Rumah kami pasti rumah panggung agar ular dan binatang buas lainnya tidak bisa menyantroni kami? Kami saling memandang dan semua tanya kami itu tak terjawab.


Hari itupun tiba. Kami harus pindah, pergi dari Tangerang menuju tanah tak terbayangkan, Bandar Lampung. Kami berpamitan pada tetangga sekitar. Salam menyalam minta restu, mohon maaf jika ada kesalahan pada kami berdua. Tasya anak kami, belum lagi genap dua tahun. Belum mengerti kenapa mamanya menangis berpelukan dengan mama temannya.


Semua barang perabotan sudah di packing. Perusahaan menyediakan jasa transporter untuk mengepak dan membawa seluruh barang kami dengan trailer. Semua tinggal beres, kami hanya membawa satu tas berisi pakaian untuk keperluan kami beberapa hari kedepan. Tiket pesawat sudah pada kami, hotel di Bandar Lampung sudah dipesan oleh kantor dan kamipun berangkat. Tidak lansung ke bandara tapi mampir dulu ke Tanjung Priok tempat Mbah-nya Tasya. Memang sudah rencana kami untuk menginap dulu semalam disana sebelum kami ke Bandar Lampung.


Paginya, setelah berpamitan dan mohon restu, dengan taksi kami menuju bandara Soekarno-Hatta. Ini kali pertama untuk istri saya dan Tasya berpergian dengan pesawat. Saya merasai istri saya agak sedikit tegang dan khawatir dengan pengalaman pertamanya ini dan saya mengerti itu. Saya pun pernah merasakan apa yang dirasakan oleh istri saya sekarang ini. Saya besarkan hatinya, semua akan baik-baik saja, kata saya.


Diruang tunggu untuk boarding, saya lihat ada perempuan yang wajahnya cukup familiar buat saya. Kulitnya kuning rambutnya tebal sebahu. Saya perhatikan sendirian saja dia. Yaa.. Ibu Indrawati, bekas orang Kejayan yang lalu pindah ke kantor pusat di Jakarta. Saya sapa kemudian ibu Indrawati ini. Beliau juga mengenali saya. Kamipun bersalaman juga istri saya dan Tasya. Lalu kami duduk bersama mengobrol sambil menunggu panggilan boarding. Ibu Indrawati ternyata juga hendak ke Bandar Lampung dan akan satu pesawat dengan kami.


Dalam pembicaraan sebelum naik pesawat itu saya baru tahu bahwa Ibu Indrawati juga sama seperti saya, akan bertugas di Bandar Lampung di pabrik yang sama.
Hari itu adalah hari Minggu dan besoknya, hari Senin, Ibu Indrawati ini akan memulai hidup baru sama dengan saya. Hari pertama di pabrik yang sama, di Bandar Lampung.

Beliau akan menjadi atasan saya, factory manager saya untuk beberapa tahun kedepan.

Bandar Lampung, 6 Sep 2010

No comments:

Post a Comment