Begitu
pesawat mendarat,dengan taksi kami menuju hotel yang sudah kami booking,
namanya Hotel Indra Puri. lokasi hotel ada di paling puncak sebuah bukit kecil.
Dengan posisi yang begitu bagus maka dapat kami lihat dari jendela kamar
pemandangan pantai teluk betung dari sudut atas _ berikut segala keruwetan
sebuah kota pesisir, rumah kecil besar, jalan jalan berkelak kelok
yang tak beraturan itu.
Paling
asik memang kalau melihatnya diwaktu malam, lampu-lampu kerlap kerlip
menjadikan keruwetan di siang hari jadi tak nampak. Yang ada hanya seperti
melihat kunang-kunang dari kejauhan.
Kami
menempati satu kamar kelas deluxe. Isinya standar saja, satu tempat tidur besar
plus tolet berikut meja kerja disampingnya.
Tasya jelas kelihatan senang sekali dengan rumah barunya ini. Apalagi di kamar mandi ada bath tube yang buat anak umur dua tahun seperti kolam renang saja. Dan Tasya selalu saja ingin berlama-lama di kolam renangnya itu.
Tasya jelas kelihatan senang sekali dengan rumah barunya ini. Apalagi di kamar mandi ada bath tube yang buat anak umur dua tahun seperti kolam renang saja. Dan Tasya selalu saja ingin berlama-lama di kolam renangnya itu.
“ kita
kayak orang kaya ya ma..”
“yaa “ kata mamanya.
“yaa “ kata mamanya.
Dihotel
oleh kantor, kami boleh memesan makanan apa saja yang kami suka sepanjang
rasional, artinya tidak berlebih, secukupnya dan semampu perut kami sendiri.
Kami dijatah maksimal dua minggu tinggal di hotel sambil sementara itu mencari sendiri rumah pilihan kami.
Kami dijatah maksimal dua minggu tinggal di hotel sambil sementara itu mencari sendiri rumah pilihan kami.
Oleh Pak
Boyke, kepala HRD, dalam beberapa kali kesempatan kami sekeluarga diajaknya
berkeliling Bandar Lampung untuk melihat-lihat beberapa lokasi yang mungkin saja
sreg buat kami.
Dalam
mencari tempat tinggal saya cukup berpedoman yang penting istri suka dan cocok.
Suka dengan rumahnya, cocok dengan lingkungannya. Buat saya penting jika istri
sudah cocok dengan lingkungannya karena toh yang paling banyak berdiam dan
beraktifitas dirumah kan istri dan anak. Saya sendiri di hari kerja paling
berapa jam saja menikmati rumah sepulang kantor. Dan istri waktu itu
menimbang-nimbang ada baiknya jika rumah kami tak jauh-jauh dari pasar agar
mudah dalam urusan perbelanjaan keperluan dapur.
Waktu itu
belum terpikir dulu oleh kami untuk menimbang lokasi sekolah terdekat karena
Tasya juga masih baru dua tahun usianya.
Tak
banyak sebenarnya rumah yang sempat kami kunjungi. Kami sepenuhnya bergantung
pada kemana pak Boyke membawa kami. Beberapa lokasi perumahan ada juga kami
hampiri tapi ya itu.. ada saja hal dari pak Boyke yang membuat kami tidak
sampai deal.
Entah
kebetulan atau bagaimana kami sampai pada satu rumah yang secara phisik belum
jadi, masih dalam tahap dibangun, belum berlantai. Ukuran rumah itu sangat
besar, ada sekiranya kurang-lebih 120m2 hanya rumah, belum lagi sisa tanah
depan samping belakang. Ada empat kamar tidur, dua kamar mandi.
Pak Boyke
bilang kalau kenal baik dengan pemilik rumah, sudah seperti saudara. Rumah itu
rupanya milik paman dari sahabat dekat pak Boyke. Dan kami manut saja, monggo
kerso. Pikir kami, rumah baru, besar, dekat pasar di bayari kantor pula _
kenapa harus berpikir rumit?
Ibu Anas,
sipemilk rumah, bibi dari sahabat pak Boyke, menemani kami melihat-lihat rumah
itu. Usianya paruh baya, sekitar lewat empat puluhan saya taksir. Dari
pengamatan kami ibu Anas ini baik, ramah dan ramai kalau bicara. Ceplas-ceplos
saja dia dalam mempromosikan rumahnya. Tak sampai lama pembicaraan, yang
sebetulnya malah ngalor-ngidul itu, kami sepakat untuk deal.
Sesuai
dengan aturan kantor kami ambil untuk masa dua tahun kontrak tujuh juta
setahunnya. Kantor memberi kuota pada saya 20% dari total annual gross salary
untuk kontrak setahunnya. Jadi kalau tujuh juta masih masuklah dengan kuota
saya.
Karena
antara pak Boyke dan ibu Anas sudah kenal dekat maka urusan administrasi
menjadi gampang. Semuanya cingcay saja. Dari ibu Anas sendiri bilang
pembangunan akan dikebut karena memang tinggal lantai dan pengecatan saja. Dalam
seminggu pasti beres.. begitu janji ibu Anas.
Dan
memang tak sampai seminggu kemudian pindahlah kami dari hotel ke rumah baru
kami. Rumah yang besar sekali, baru sama sekali, dan masih terasa aroma cat
disana sini.
Bandar
Lampung, 17 Sep 2010
No comments:
Post a Comment