Sunday 13 February 2005

Bulutangkis


Sepanjang hidup saya hal yang termasuk paling saya rasa kehilangan betul adalah ketika saya tidak bisa bermain bulutangkis lagi. Ini serius, bagi saya bermain bulutangkis adalah istimewa. Berada dilapangan menepuk-nepuk Kok dengan raket amatlah menyenangkan. Badan sehat, hati senang.

Dibanding olah raga yang lain pada bulutangkis inilah permainan saya masuk kategori layak saing, minimal dengan teman-teman saya sekantor.
Kami biasa latihan setiap Sabtu pagi disebuah GOR yang oleh kantor dari enam lapangan yang ada kami disewakan dua lapangan. Biasa kami latihan dari jam 8 sampai sekitar jam 10. kadang kami berlatih tidak dengan hanya antar rekan sekantor tapi sering juga ada rekan dari perusahaan yang lain, yang juga sama-sama penyewa, bergabung dengan kami atau sebaliknya kami yang bergabung dengan mereka.

Lalu kenapa saya sampai tidak bisa bermain bulutangkis lagi, begini ceritanya :
September 2002, saat sedang melakukan jumping smash ketika tubuh turun kelantai posisi kaki saya tidak dalam posisi yang benar sehingga lutut tertekuk kedalam. Saya terjatuh dan tidak bisa bangkit lagi.
Beberapa teman lansung merubung saya. Oleh mereka kaki saya diurut, ditarik, ditekuk-tekuk. Semua yang bisa mereka lakukan mereka lakukan agar berkurang rasa sakit saya. Tapi sakit saya tidak berkurang, lutut saya tambah bengkak. Saya putuskan untuk tidak melanjutkan latihan dan pulang.

Banyak teman menawarkan untuk mengantarkan pulang, tapi saya tolak sambil berterima kasih atas tawarannya. Karena saya memang masih bisa berjalan walaupun pincang dan rasanya sangguplah kalau hanya menyetir sampai rumah. Diluar itu saya Cuma tidak ingin merepotkan teman-teman saya ini.

Sampai rumah yang ada lutut saya semakin bengkak. Mulai siangnya saya sudah sama sekali tidak bisa berjalan. Tersiksa sekali. Oleh tetangga saya dipanggilkan tukang urut dan baru besoknya dia muncul sambil minta maaf karena kemarin ada keperluan. Saya sudah tidak hirau dengan maaf dan keperluannya. Saya Cuma ingin kaki saya sembuh dan bisa berjalan lagi titik !!.

Di urut karena salah urat minta ampun sakitnya. Rasa malu saya saat itu hilang, saya mengaduh dan sesekali berteriak melepas rasa sakit. Sampai kemudian terdengar suara "tuk" di lutut saya dan pak tukang urut ini bilang sudah dapat. Tulangnya udah balik, katanya disertai oleh pijatan pijatan ringan masih disekitar lutut.
Sebatang rokok dimulut saya belum lagi bisa mengurangi keringat dingin saya bekas menahan sakit tadi.

Sepulangnya pak tukang urut perlahan bengkak dilutut saya berkurang. Jalan saya masih pincang tapi sudah lumayanlah. Besoknya saya kedokter tulang minta surat dokter untuk ijin tidak masuk kerja.
Oleh dokter tulang sakit saya Cuma dipegang-pegang oleh dua jari, telunjuk dan jari tengah. Habis itu dia dibuatkan resep isinya vitamin penguat tulang sambil kasih nasehat kalau ada kejadian model begini jangan sekali-kali diurut, lebih baik kedokter dan diobati.

Dalam perjalanan pulang istri saya heran meriksa kok Cuma di "nyuk-nyuk" pakai dua jari, terus kok nggak dironsen. Saya juga berpikiran kurang lebih sama. Tapi biarlah, dicoba dulu obatnya. Toh yang penting kan surat dokternya.
Hari kelima saya masuk kerja. Masih tertatih-tatih jalan saya. Banyak yang bilang kenapa sudah masuk, enak dirumah istirahat. Saya tersenyum saja, mana bisa saya istirahat saja dirumah dan tidak bisa kemana-mana. Iya kalo statusnya cuti masih bisa jalan-jalan kemana gitu, ini kan statusnya ijin surat dokter, apakata bos kalau saya ketahuan kelayapan dalam status ijin sakit.

Namanya apes tiga hari kemudian saya terperosok kedalam Got (saluran air). Tak usahlah saya ceritakan bagaimana prosesnya. Apes ya apes bagaimanapun sehati-hatinya kita. Sudah kaki lagi bermasalah terperosok lagi ke Got pas yang masuk duluan pas yang bermasalah lagi, kaki kiri. Lengkaplah penderitaan saya.

Kaki saya bengkak lagi, malamnya pak tukang urut datang lagi. Lagi saya mengaduh dan menjerit. Saat diurut tidak ada bunyi "tuk" lagi dan pak tukang urut bilang sudah selesai. Saya percaya saja. Wong saya ditangani oleh ahlinya kenapa juga saya harus ragu.
Bengkak lutut saya kembali berkurang tapi sampai kondisi tertentu bengkak saya tidak pernah berkurang lagi, tetap segitu. Tidak membesar tidak mengecil.

Bandar Lampung, Februari 2005

No comments:

Post a Comment