Sunday 13 August 2006

Lingkaran setan (bagian 2)



Pada angkatan kami, sebagaimana dua sisi mata uang, juga terdiri dari cakap-tidak cakap__ cepat-tidak cepat. Yang cakap dan cepat, mungkin karena sudah bakat lahiriahnya tak pernah bisa terkejar oleh kelompok yang sebaliknya.
Apapun tugasnya, tak peduli itu berkaitan dengan besi ataupun kabel tetap saja mereka unggul. Selalu lebih cepat. Tak selalu lebih bagus memang – tapi dalam hal ini bagus bukanlah ukuran. Yang penting diokekan oleh instruktur itu sudahlah cukup. Dan melaju dengan dua tiga tugas didepan pesaing amatlah membanggakan diri.

Sementara menjadi yang tertinggal sudahlah pasti tidak mengenakkan. Tak enaklah melihat teman sudah berganti tugas sementara kita masih harus berkutat dengan tugas yang itu-itu saja.

Bagi kelompok tertinggal saat-saat ketika harus berhadapan dengan instruktur kala menyampaikan tugas adalah saat yang mendebarkan.
Iya kalau lansung oke bisa lansung ketugas berikutnya, kalau tidak .. apalagi jika maju kesekian kali untuk tugas yang sama dan masih juga belum di oke kan, ughh sesaklah dada ini.
Belum lagi mendapatkan sang pesaing tersenyum yang disembunyikan saat kita balik badan kembali kemeja kerja untuk tugas yang sama. Bukan untuk mengejek tapi lebih pada merasa geli dengan ekspresi kedua pihak.
Seperti melihat majikan dan batur. Satunya berkuasa memerintah satunya tak kuasa diperintah. Yang tua komat kamit badan ditegakkan tangan bergerak-gerak, yang muda hanya mantuk-mantuk tak banyak omong kedua tangan biasanya diadu didepan badan.

Sang instruktur, dalam hal ini adalah penguasa tunggal. Dialah yang menentukan bakal apa jadinya kita. Kata-katanya selalu bermakna sabda, gerakan tangannya bernada perintah dan matanya melemahkan urat syaraf kita. Jadi mendengarkan apa katanya, ikuti gerakan tangannya dan turuti kemana matanya bergerak adalah sudah separoh lebih peluang kita lebih besar.

Sesungguhnya, karena keseniorannya, Sang Instruktur sudahlah tahu kemampuan kami masing-masing. Berapa cakap si A berapa cepat si C bisalah dia meraba dari satu dua tugas yang dia berikan. Dan dari tahun ke tahun angkatan ke angkatan selalu saja ada dua kelompok ini. Tipikal sekali. Melihat kelompok mendahului dan tertinggal sudahlah biasa buat Sang Instruktur ini.

Kadang, dalam kekuasaannya yang mutlak itu suka muncul selera humornya juga. Diajaknyalah kami bergurau, ditanggapinyalah juga ledekan kami. Atau dibalik keangkeran matanya sebetulnya ada dia Cuma ingin mengerjai kami, mengetes mental, berapa besar daya tahan kami.
Biasanya kami tahu ini bukan tahu sendiri tapi oleh rekan yang melihat kami dan kemudian saling diceritakan.

Begini misalnya : suatu ketika maju kemeja Instruktur siswa dari kelompok tertinggal menyampaikan tugas, setelah dipegang-pegang sambil memicingkan mata tiba-tiba suara Sang Instruktur membesar, juga matanya dan dilemparlah pekerjaan siswa itu ketempat sampah sambil berkata-kata. Sang siswa, tanpa ba bi bu sambil mantuk mantuk berjalan ketempat sampah dan mengambil kembali pekerjaannya untuk dibetulkan lalu balik badan kembali kemeja kerja.
Nah saat dipunggungi siswa inilah Sang Instruktur mungkin tak bisa menahan gelinya sendiri, sambil memandang punggung tersenyumlah sang instruktur ini, he he he gue kerjain lu, mungkin begitu batinnya. Dan kami yang melihat adegan itu juga tersenyum geli sendiri.

Geli melihat majikan geli melihat batur.
Selanjutnya ...


Bandar Lampung, Agustus 2006

No comments:

Post a Comment